Sabtu, 22 Oktober 2011

Kloning dan Bayi Tagung

Perbedaan Kloning Dengan Bayi Tabung
Submitted by sarimpi on 20 April 2011 - 10:26am
Kloning merupakan bagian dari teknologi rekayasa reproduksi, yakni pembiakan yang dilakukan secara aseksual (tanpa hubungan seksual).
Prosesnya dimulai dengan mengambil inti sel dari salah satu bagian tubuh seseorang, bisa dari rambut, kulit, atau bagian lainnya. Lalu inti sel diperiksa di laboratorium. Pemeriksaan ini dilakukan karena kloning dibuat dengan cara menyisipkan inti sel orang dewasa, misalnya sel kulit, ke sel telur seorang wanita yang telah dibuang inti selnya.
Sel telur yang telah disisipi inti sel itu kemudian distimulasi agar berkembang menjadi embrio di laboratorium. Selanjutnya, embrio dimasukkan ke rahim perempuan agar berkembang menjadi janin. Pemilik rahim bisa ibu yang memiliki sel telur tersebut atau di"kos"kan ke rahim wanita lain. Proses selanjutnya, tinggal menunggu pertumbuhan embrio tersebut seperti pada kehamilan biasa.
Yang khusus pada rekayasa reproduksi ini,tidak adanya fungsi sperma, melainkan digantikan inti sel (DNA) yang memenuhi syarat medis dan atau memenuhi kualifikasi lainnya. Dengan demikian, pembuahan bayi kloning tanpa melalui proses sanggama.
KLONING VS BAYI TABUNG
Apa beda teknologi kloning dengan teknologi bayi tabung? Teknologi kloning pada dasarnya merupakan teknologi yang beda dari teknologi bayi tabung karena proses pertemuannya berbeda. Pada teknologi bayi tabung, sel sperma (23 kromosom) dipertemukan dengan sel telur (23 kromosom) di luar tubuh. Setelah menyatu (46 kromosom) dan berkembang hingga menjadi beberapa sel, baru dikembalikan ke rahim ibu.
Sementara pada kloning, inti sel telur (23 kromosom) dibuang dan diganti dengan inti sel "dewasa" (46 kromosom), kemudian dibiarkan berkembang menjadi beberapa sel, lalu dikembalikan ke rahim ibu untuk dilanjutkan perkembangannya menjadi manusia baru.
Bedanya, kalau janin hasil teknologi bayi tabung membawa campuran ciri ibu dan ciri bapaknya, seperti pada janin-janin umumnya, janin hasil kloning sepenuhnya membawa ciri dari sumber sel yang intinya dimasukkan ke sel telur.
Proses kloning juga bisa dilakukan terhadap seseorang yang sudah meninggal. Sepanjang keadaan selnya masih bagus sehingga DNA-nya juga utuh, mungkin saja dijadikan sumber donor. Bahkan kalau kita punya simpanan dari tubuh orang yang mati itu, kita bisa mengkloningnya lagi. Entah dari rambut atau kulit yang disimpan.
MEMBOHONGI MASYARAKAT
Sebetulnya kloning terhadap manusia masih sangat diragukan keberhasilannya. Meski banyak binatang telah berhasil dikloning, sejauh ini belum ada ilmuwan yang berhasil mengkloning simpanse atau primata lain yang mirip manusia. Kemungkinan berhasilnya adalah empat per seribu. Sangat kecil. Jadi, dari seribu kloning,hanya 4 yang kemungkinan berhasil.
Selain itu, masalah ini pun banyak mengundang kontroversi. Meski alasannya untuk menolong pasangan yang sulit memiliki anak, tetap saja kloning adalah bentuk pembohongan kepada publik. Karena kloning adalah menciptakan kembaran, bukan menciptakan anak. Sebab, prosesnya dengan menggunakan inti sel (DNA) yang sudah dewasa, bukan inti sperma dan inti telur.
Ditinjau dari kebenaran ilmu, sebetulnya kloning bukan cara reproduksi yang benar pada manusia, karena cara kloning adalah cara berkembang biak bakteri. Bakteri berkembang biak dari satu bakteri membelah menjadi dua, dua menjadi empat, beberapa waktu kemudian dari empat menjadi delapan, dan seterusnya. Itulah cara kloning yang alami dari bakteri yang merupakan makhluk satu sel.
Sedangkan manusia bukan makhluk satu sel, tapi banyak sel.Dia berkembang biak atas dasar pertemuan antara sperma laki-laki dan sel telur perempuan. Setelah sel telur dan sperma bertemu, baru bisa berkembang menjadi embrio, terus jadi janin. Dengan pertemuan itu, maka janin membawa bibit materi genetik dari ibu dan dari bapak. Sehingga setiap anak akan mempunyai materi keturunan kurang lebih 50 persen dari ibu dan 50 persen dari bapak. Setiap orang akan mirip ke ibunya atau ke bapaknya. Ini adalah reproduksi yang normal pada manusia.
KEMBARAN BUKAN KETURUNAN
Karena pada proses kloning caranya berbeda, masalah akan muncul di tahap berikut. Pada manusia, yang diklon hanya satu orang. Misalnya, berdasar wawancara, si perempuan punya sel telur, sedangkan suami tidak punya sperma. Lalu diambil inti sel (DNA) dari bagian tubuh si suami, kemudian dipertemukan dengan sel telur istri yang sudah dikeluarkan intinya diganti dengan inti sel dewasa suami. Selanjutnya yang tumbuh secara genetik menjadi embrio adalah genetik suami 100 persen karena yang ada di dalam sel telur tersebut adalah sel inti suami.
Kesimpulannya, meski berasal dari DNA suami dan sel telur istri kemudian dikembangkan di dalam rahim, bukan berarti ia adalah anak suami-istri tersebut, melainkan kembaran si suami. Ini membohongi masyarakat. Katanya menolong pasangan yang tidak bisa punya anak, tetapi pada hakekatnya bukan anaknya. Secara ilmiah, itu adalah kembarannya yang lahirnya berbeda hingga berpuluh tahun. Jika diklon di usia 50 tahun, berarti usianya tinggal 20 tahun bila mengikuti usia rata-rata hidup manusia.
Selain itu, pada proses reproduksi manusia yang normal, bisa ditelusuri siapa bapak-ibunya. Tetapi hal itu tak bisa diketahui bila dengan cara kloning. Sebab, dia sebetulnya adalah kembaran dari manusia yang diklon.
Jadi bayi itu seolah-olah anak dari bapak-ibu yang mengklon, padahal bisa saja pasangan tadi tak tahu-menahu tentang anak itu. Atau mungkin saja bapak-ibunya sudah meninggal. Lalu siapa sebenarnya bapak-ibunya?Ini akan mengganggu struktur sosial masyarakat.
Contoh lain, misalnya, dengan kloning orang bisa seenaknya membuat kembaran orang lain. Bila ingin menciptakan orang genius, tinggal mengambil sel DNA-nya, selanjutnya bisa ditanam di rahim siapa pun yang bersedia.
DIHANTUI BERBAGAI KELAINAN
Kloning manusia bermula dari keberhasilan mengkloning binatang mamalia seperti domba. Hal ini memicu ilmuwan untuk mengkloning manusia karena manusia juga termasuk ke dalam mamalia. Namun, seperti halnya juga hewan mamalia, risiko yang akan dihadapi manusia juga sangat besar. Bahkan mungkin lebih besar.
Kemungkinan keguguran, kematian prematur, penyakit turunan, cacat bawaan, yang telah terjadi saat mengkloning hewan, akan juga dialami pada manusia. Ini jelas merupakan hal yang tidak etis dilakukan.
Meski ada kabar yang menyatakan kloning membuka peluang untuk menumbuhkan janin yang terbebas dari penyakit turunan bawaan seperti diabetes, alzheimer, leukemia, parkinson, bahkan obesitas, tapi akibat negatifnya lebih besar dibanding positifnya.
Berdasar berbagai percobaan yang dilakukan, memang hasilnya sangat mengandung bahaya. Kloning pada tikus di Jepang, misalnya, menunjukkan tikus-tikus yang dihasilkan banyak yang mengalami aborsi spontan, punya kerusakan pada sistem kekebalan tubuhnya, berisiko mati karena radang paru, kegagalan fungsi hati, dan segala macam keabnormalan lainnya. Sementara penelitian pada kloning sapi di Perancis membuktikan, sapi yang diklon dari sel-sel telinga punya gangguan darah dan fungsi jantung yang mematikan. Atau kambing yang dikloning ilmuwan Cina dari sel telinga kambing dewasa, mati 36 jam setelah dilahirkan. Ia mengalami kegagalan pernapasan karena paru-parunya tidak berkembang. Semua itulah yang membuat para ahli sangat khawatir bila kloning pada manusia, bakal terjadi hal yang sama.
0digg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar